KAMANG NAGARI PERJUANGAN
Nagari Kamang yang letak geografisnya
membujur di kaki bukit barisan dibagian timur
laut Kabupaten Agam sangat terkenal kerevolusioneran rakyatnya. Perjuangan yang telah ditunjukan rakyatnya untuk
mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan cerminan Perjuangan
Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Bagaimana perjuangan yang telah dilakukan
rakyat di Kamang tersebut, secara ringkas dapat dilihat dari sekilas sejarah; Perang
Paderi, Perang Kamang 1908, Pemberontakan Kamang 1926 dan
Mempertahankan Kemerdekaan.
Sebelum kita membicarakan Kamang sebagai Nagari Perjuangan, alangkah baiknya penulis sampaikan kepada pembaca asal usul
Kamang sebagai suatu nagari. Secara etiomologi asal usul nama Nagari Kamang dapat ditelusuri,
dimana menurut Tambo Nagari Kamang yang disesuaikan dengan sejarah Kerajaan
Minangkabau, penduduk Kamang berasal dari Pagaruyung. Setelah
melalui berbagai liku-liku perjalanan, mereka sampai pada batuan yang menjulang tinggi. Beberapa
laki-laki naik ke puncak batu untuk melihat tempat yang baik untuk bermalam.
Batu itu tersebut mereka namai Batu
Bajolang. Setelah menerima petunjuk dari pimpinan rombongan mereka menuju
sebuah dataran tinggi dimana disana
tumbuh batang kayu besar bagaikan gobah, yang akhirnya daerah ini dinamai Gobah. Mereka merasa betah tinggal
disini, lalu mendirikan pondok-pondok. Mereka mulai mencancang-malateh, manatak dan manaruko. Biasanya
setiap sore mereka berkumpul dibawah kayu tersebut sambil
bermusyawarah untuk segala sesuatu demi kelanjutan hidup. Pimpinan rombongan biasanya
meminta pendapat kepada yang hadir “kamanga
awak lai”. Dengan asal istilah “kamanga”
ini pohon kayu tersebut mereka namai Kayu
Kamang. Setelah melalui proses sekian lama nama kamang mereka pakai untuk
nama wilayah yaitu NAGARI KAMANG. Sementara itu berdatangan pulalah rombongan demi
rombongan dari daerah lain, seperti Sariak Sungai Pua, Candung, Koto Laweh,
Biaro, Sungai Janiah dan lain-lain. Semuanya mereka
tata dengan hukum adat. Seiring dengan perputaran waktu, pada perkembangan
selanjutnya mereka telah dapat membuat kata sepakat untuk menentukan batas-batas nagari dengan cara “kamananam aua nan sarumpun di ateh tanah nan sabingkah”. Adapun tempat aur ditanam disepakati; Sebelah
timur di bukit Baka, sebelah Barat di gurun capo, sebelah Selatan mulai dari
perbatasan dengan Salo sampai Parak Rajo (perbatasan dengan Kamang Mudiak
sekarang), sebelah Utara di puncak Bukik Panjang. Itulah kawasan yang mereka
jadikan sebagai wilayah Nagari. Dalam kehidupan
sehari-hari semuanya mereka tata dengan hukum adat. Untuk menghilang pengaruh Perang Kamang supaya nagari lain disekitar
Agam tidak meniru Kamang pada tahun 1913 pemerintah kolonial
belanda menukar nama Nagari Kamang menjadi Aua
Parumahan. Ini berlangsung sampai berakhirnya pendudukan Jepang. Setelah
Kemerdekaan oleh Kerapatan Adat Nagari
pada waktu itu nama nagari dikembalikan kepada nama aslinya yakni Kamang. Sewaktu perang mempertahankan kemerdekaan tahun 1949 sedang berkecamuk. Kamang termasuk basis utama para
pejuang, diantara tokoh-tokoh waktu itu yang hanya mengatasnakan anak nagari antara lain
Saibi St.Lembang Alam, Ak.Dt Gunung Hijau, Patih A, Muin Dt.Rky.Maradjo, dalam
suatu rapat di Anak Air Dalam Koto
Kamang, sepakat untuk menambah Hilir
dibelakang Kamang, sehingga menjadi Kamang
Hilir, sedang Nagari Surau Koto Samiak dirobah menjadi Kamang Mudiak. Yang menjadi subyek sejarah disini adalah Kamang yang ada
pada waktu itu yaitu Kamang Hilir sekarang. Namun
dibalik itu semua perjuangan rakyat yang terjadi disana juga tidak terlepas
dari pihak luar Kamang yang ikut berperan aktif sebagai pelaku sejarah.
PERANG PADERI.
Nama Nagari
Kamang mulai dicatat sejarah setelah terjadinya gerakan pemurnian ajaran agama
di Minangkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuangku nan Tuo dari Cangkiang
Ampek Angkek dan mengambil bentuk yang lebih tegas menjadi Gerakan Padri
setelah Tuangku Nan Renceh mendapat kawan sepaham dengan Haji dari Mekah yaitu
Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang pada tahun 1803. Dari data sejarah
yang diperoleh, Tuangku Nan Renceh berasal dari Bansa-Pauh (Nagari Bukik =
sekarang Kamang Mudiak). Tuangku Nan Renceh bersama-sama dengan 7 orang Tuangku
lainnya; Tuangku Koto Tuo, Tuangku Lubuak Aua dari Canduang, Tuangku Galuang
dari Sungai Pua, Tuangku Ladang Laweh, Tuangku Barapi juga dari Bukik Canduang,
Tuangku Biaro dan Tuangku Kapau, berhasil membentuk suatu kelompok militan yang
dikenal dengan “Harimau Nan Salapan”. Semenjak tahun 1803
Nagari Kamang termasuk salah satu pusat gerakan Kaum Paderi hasil gemblengan
tokoh-tokoh “Harimau Nan Salapan”. Sekarang
timbul pertanyaan, mengapa Nagari Kamang yang dijadikan salah satu pusat
gerakan kaum paderi? Ada beberapa alasan yang
mendasari kamang dijadikan sebagai pusat gerakan paderi;
1.
Masyarakat Kamang telah banyak mempelajari dan menyebarkan
ajaran Islam. Adapun tempatnya adalah di Mesjid Taluak.
2.
Boleh dikatakan tidak ada pertentangan antara pemimpin agama
dengan pemimpin adat, sehingga ulama tidak ada menemui hambatan dalam
menyebarkan ajaran islam.
3.
Faktor alam: para pemimpin paderi pada waktu itu juga telah
memperkirakan segala kemungkinan yang akan terjadi dari kegiatan mereka, yaitu
peperangan. Dilihat dari alamnya di sekeliling Nagari Kamang ditumbuhi oleh aur
berduri yang ditanam oleh nenek moyang mereka dahulu sebagai batas nagari.
Menyinggung
kita kembali Mesjid Taluak. Mesjid Taluak adalah mesjid yang pertama kali
dibangun di Kamang pada tahun 1800 atas prakarsa ulama termasyhur waktu itu
yang bernama Tuangku Labai Diaceh. Pada awalnya mesjid ini digunakan oleh
masyarakat Kamang untuk Shalat Jum’at.dan sekaligus tempat pendidikan agama.
Setelah bangkitnya kaum paderi, mesjid tersebut dijadikan tempat bermusyawarah
pimpinan paderi. Di sinilah Tuangku Nan Renceh, H.Piobang dan H.Sumanik, pernah
menggembleng beberapa orang perwira Paderi, diantaranya Peto Syarif yang kelak
dikenal dengan nama Tuangku Imam Bonjol dan Tuangku Rao yang dalam
perjuangannya kemudian berhasil meng-islamkan tanah Batak Selatan. Sebagai Imam
Besarnya di mesjid ini adalah Tuangku Bajangguik Hitam. Beliau adalah penduduk
Kamang asli dilahirkan di Taluak dari pasukuan Jambak. Semasa mudanya hingga
akhir hayat merupakan tokoh santri yang sering memberikan dakwah kepada
masyarakat dan kader paderi. Selain ulama pemberi dakwah beliau juga adalah
pimpinan yang sangat disegani.
Pada saat perang terbuka diseluruh
Minangkabau melawan Belanda, Kamang juga menjadi ajang pertempuran. Pimpinan
langsung dipegang oleh Tuangku Bajangguik Hitam. Dia langsung mengangkat
senjata dan menjadikan mesjid Taluak pusat komando perjuangan. Disinilah
Tuangku Bajangguik Hitam selalu mengadakan pertemuan dengan pemuka paderi Agam
lainnya untuk saling bertukar fikiran maupun mengatur strategi. Untuk menaklukan Kamang bukanlah hal yang mudah. Ada 2 (dua) faktor penting yang saling mendukung dalam menghadapi
gerak maju pasukan Belanda. Pertama faktor Fanatis,
dibawah panji-panji Islam rakyat seolah-olah mempunyai kekuatan gaib menghadapi
perang menempuh maut tampa ragu. Kedua adalah faktor yang cukup unik yang tidak
tercamtum dalam file strategi medan yaitu faktor Benteng Alam berupa tumbuhan aur berduri yang tumbuh subur
sepanjang selatan Kamang. Serangan Belanda ke Kamang pada
Bulan Agustus 1822 dibawah pimpinan Letkol Raaff dapat dipatahkan oleh pasukan
Paderi. Untuk membobolkan benteng ini Belanda juga memakai teknik yang unik
yaitu dengan melemparkan uang pecahan logam yang banyak disepanjang aur
berduri. Tampa disadari masyarakat di sekitar mulai merambah aur sebagai
benteng mereka sendiri untuk mendapatkan uang logam. Pintu benteng mulai
terbuka. Pintu benteng yang pertema terbuka adalah di perbatasan Salo dengan
Kamang, sehingga daerah tersebut mereka namai dengan Kubualah. Dengan demikian serangan pasukan Belanda pada tahun 1832
dibawah pimpinan Vermeui Krieger setelah mendapat perlawanan yang gigih dari
pejuang Paderi berhasil masuk ke Kamang, pertempuran menjalar sampai
ke kampung-kampung, yang banyak menimbulkan korban kedua belah pihak.
Belanda terus meningkatkan serangan, tetapi tidak berhasil menemukan Tuangku
Bajangguik Hitam. Karena kesal Belanda membakar Mesjid Taluak.
Residen Letnan Kolonel Elout di
Padang sangat marah mendapat laporan dari medan pertempuran di Kamang, dan
memutuskan untuk melakukan serangan besar-besaran. Tidak kurang dari 8 kapal
mengangkut tentara dari Jawa yang dipimpin oleh seorang Mayor Jenderal yang
membawahi 3.500 tentara ditambah 12.000 tentara bantuan. Kamang diserang dari 4
jurusan :
1.
Dari Bukittinggi melalui Koriri (Kuliriak, Tilatang) dipimpin
oleh Mayor De Buus.
2.
Dari Suliki Suliki melalui Bukit Barisan untuk menikam dari
belakang dipimpin oleh Mayor De Quay.
3.
Dari Bukittinggi melalui Baso-Salo dipimpin oleh Letnan
Kolonel Elout.
4.
Ditambah satu Detasemen untuk memancing perhatian pasukan
Paderi bergerak dari Magek dibawah pimpinan Van der Tuuk.
Makam Tuangku Bajangguik Hitam
Pahlawan Perang Paderi di Kamang
Benteng Kamang
dipertahankan mati-matian oleh pasukan paderi dibawah pimpinan Tuangku
Bajangguk Hitam yang bermarkas di Mesjid Taluak ditepi Batang Agam. Serangan
hari pertama pada tanggal 9 Juli 1833 gagal karena pasukan dari Suliki
terlambat datang. Barulah pada tanggal 10 Juli 1833 Kamang dapat diduduki oleh Belanda
setelah terjadi parang basosoh selama 2 hari di suatu tempat tidak jauh dari
mesjid Taluak. Disinilah bergelimpangan mayat tentara kedua belah pihak. Pihak
Belanda tewas 100 orang diantaranya 3 Perwira termasuk Mayor De Buus. Karena
banyaknya darah tentara yang tertumpah disana, untuk beberapa lama daerah ini
berbau anyir, sehingga masyarakat menamai daerah itu “Pasia Anyia”. Dalam
pertempuran kali ini walaupun Tuangku
Bajangguik Hitam telah berjuang sekuat kemampuan akhirnya gugur sebagai Pahlawan Perang Paderi. Jenazahnya dimakamkan didepan mesjid yang
telah dibakar Belanda (sekarang telah menjadi Komplek Makam Palawan Perang
Kamang 15 Juni 1908, masih terawat dengan baik). Dengan gugurnya Tuangku
Bajangguik Hitam sebagai Pahlawan Paderi di Kamang, secara fisik maka berakhirlah perlawanan kaum
paderi di Kamang, namun watak
anti penjajahan masih tumbuh subur
dalam jiwa rakyat Kamang.
PERANG KAMANG
1908
Perang
Kamang yang terjadi 15 Juni 1908 adalah merupakan sejarah heroik dan patriotik yang pernah dicatat dengan
tinta emas dalam lembaran sejarah Republik Indonesia. Dimana pada waktu itu
telah terjadi perlawanan rakyat yang sangat gigih dan sengit dengan senjata utamanya adalah semangat yang
membara untuk menentang penjajah. Peristiwa ini terjadi karena mulai diberlakukannya peraturan
Pungutan Pajak (Incomstan Blastting) pada tanggal 1 Maret 1908 untuk seluruh wilayah Indonesia. Peraturan ini ditolak dengan tegas oleh masyarakat. Pemerintah Belanda gagal merebut pengaruh Laras untuk pelaksanaan
Blastting. Kemudian pada tanggal 16
Maret 1908 Tuan Luhak Agam J.WESTENNENK memanggil semua Laras di Agam Tuo ke kantornya. Dalam pertemuan tersebut J.WESTENNENK menekan
para Laras supaya Blastting segera dilaksanakan. Dari sekian banyak Laras yang hadir
hanya Laras Kamang Garang Dt.Palindih
yang menyanggah dengan tegas dan gigih bahwa Blastting tidak bisa dilaksanakan
karena membebani rakyat. Rapat menjadi kacau, tidak ada keputusan pelaksanaan
Blastting. Para Laras berjanji akan membicarakannya dengan Ninik Mamak, alim
ulama dan cerdik pandai terlebih dahulu. Garang Dt.Palindih bersama dengan
cerdik pandai yang bernama Abdul Wahid Kari Mudo membawa masalah
ini kepada Basa nan Barampek seterusnya dibawa dalam sidang lengkap Ninik Mamak
Kanagarian Kamang. Atas dasar cupak nan
salingka suku, adat nan salingka nagari, dimana Kamang sebagai penerus adat
Koto Piliang, Hearkhinya adalah Basa nan Barampek, Pucuak nan Duo Puluah duo,
Bungka nan Tangah Lapan Puluah merupakan
pimpinan tertinggi tradisional ditengah-tengah masyarakat, akhirnya dalam
sidang Kerapatan Adat Nagari sepakat “MENGANGKAT
M. SALEH Dt. RADJO PENGHULU SEBAGAI PIMPINAN PERLAWANAN MENGHADAPI BELANDA”.
Dt.Radjo Penghulu sebagai “the man behind
the gun nya” perang Kamang dalam waktu singkat berhasil menarik H.Abdul Manan seorang tokoh ulama, yang juga merupakan rang sumando oleh
Dt.Radjo Penghulu. Mereka bertiga dengan Wahid Kari Mudo berhasil menggelorakan
semangat kaum muda, mereka berikrar memusatkan perlawanan dan memekikan anti
penjajahan.
Pada tanggal 2 Juni
1908 diadakan rapat bersama di Mesjid Taluak (di Kamang) yang dihadiri oleh
utusan dari Agam Tuo, Lubuak Basuang, Manggopoh, Padang Panjang, Batu Sangkar
dan lain-lain, dengan kebulatan tekad menentang Belanda, dan sekaligus menentukan tugas masing-masing.
Pada hari Senen tanggal 15 Juni 1908 seorang warga Magek
datang ke Kantor Laras untuk membayar Blastting, ia langsung dihadang oleh
sekelompok warga setempat diancam akan dibunuh jika ia tetap membayar blastting
karena ia melanggar tekad bersama untuk menentang Belanda. Laras Magek (yang
bernama Warido) marah, segera menyampaikan hal ini
kepada J.Westennenk dan meminta supaya pembangkang ditangkap. Westennenk
menghubungi Gubernur Hecler untuk meminta petunjuk, hanya sepatah kata yang
diucap Hecler sesuai perintah Gubernur General Van Heutez yaitu “serbu”.
Westennenk mengerahkan 160 pasukan, 30 orang masuk dari
Gadut yang dipimpin oleh Letnan Heyne
dan Cheriek;. 80 orang masuk dari Tanjung Alam
dipimpin oleh J.Westennenk; 50 orang masuk lewat Biaro dipimpin oleh Letnan Boldingh dan Letnan Schaap.
Disepanjang perjalanan terjadi perlawanan rakyat, diantaranya
yang cukup hebat adalah di Magek yang dipimpin oleh Dt.Perpatih.
Pada senja hari Belanda mengepung
rumah H.Abdul Manan untuk menangkapnya. H.Abdul Manan berhasil meloloskan diri
dan segera menemui Dt.R.Penghulu ke Kamang untuk berkonsultasi. Bertiga dengan
Kari Mudo dan beberapa orang pemuka lainnya mengadakan rapat kilat membahas
perkembangan yang kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan
perang sabil. Setelah ditinggal pergi
oleh H.Abdul Manan, pukul 00.00 diterima informasi bahwa pasukan Belanda
berkumpul di Kampung Tangah . Dari segi militer daerah ini
memang strategis. Ini disadari benar
oleh Dt.Rajo Penghulu, dia mulai menyiapkan pasukan tempur; beduk, tong-tong
dan bunyian lainnya dibunyikan pertanda perang akan dimulai.
Pasukan rakyat langsung
dipimpin oleh M.Saleh Dt.Rajo Penghulu terlebih dahulu berkumpul di Mesjid
Taluak untuk menerima penjelasan. Setelah selesai Shalat berjemaah lalu ditutup
dengan pekik Allahu Akbar, Laaillahaillallaah, mereka menuju Kampung Tangah
menyerang pasukan Belanda.yang berada disana. Dalam rombongan tersebut
ikut 2 (dua) orang wanita yaitu Siti Asiah istri Dt.Rajo Penghulu dan Siti
Anisah istri Nan Basikek. Dikampung Tangah inilah terjadi “parang basosoh” antara pasukan rakyat
dengan sedadu Belanda. Pada serangan gelombang pertama pasukan rakyat memperoleh kemenangan, membuat
banyak sedadu Belanda yang tewas, pasukan Belanda kucar-kacir. Setelah terjadi serangan gelombang pertama oleh pasukan
rakyat Kamang, pasukan rakyat dari Bansa yang digerakan oleh H.Abdul Manan ikut
bergabung dengan pasukan rakyat kamang menyerang tentara belanda. Westennenk berhasil
menyelamatkan diri dan meminta bantuan ke Bukittinggi. Pada waktu datang
bantuan inilah pasukan rakyat mengalami banyak korban karena mendapat lawan
yang yang banyak dan masih segar. Jadi disini jelaslah yang disebut Perang Kamang itu ialah: ‘Suatu
pertempuran yang kejam, parang
basosoh di Kampung Tangah antara pasukan Belanda yang beristrahat di sana
dengan pasukan rakyat yang datang menyerbu dari Kamang dibawah pimpinan M.Saleh
Dt.Rajo Penghulu”. Realitanya
memang begitu, begitulah jalan sejarah tidak mungkin dirubah-rubah lagi.
Jumlah pahlawan yang gugur sebanyak 70
orang terdapat 2 orang Srikandi Kamang
yaitu Siti Asiah dan Siti Anisah. Semuanya dimakamkan
dekat mesjid Taluak (sekarang telah resmi jadi Makam Pahlawan) Beberapa pejuang lainnya seperti Garang
Dt.Palindih, Kari Mudo, Dt.Siri Marajo, Pandeka Sumin, H.M.Amin, H.Ahmad Marzuki dan lain-lain ditangkap Belanda, kemudian ditahan diberbagai penjara seperti: Padang, Magelang, Makasar, Batavia. Para pemimpin ini
meninggal dalam pembuangan, Dt.Siri Marajo meninggal di penjara Glodok, Pandeka
Sumin di penjara Makasar, A.Wahid Kari Mudo di Jakarta.
Makam Pahlawan Perang Kamang 15 Juni 1908 di Taluak Kamang Hilia
PEMBERONTAKAN KAMANG 1926
Setelah Perang Kamang 1908 rakyat
Kamang dalam menentang penjajahan tidak
lagi ingin hanya mengadu kekerasan tetapi sudah mulai dengan melalui
hidup berorganisasi untuk menyalurkan kehendak. Dengan terinspirasi dari sepak
terjang Serikat Dagang Islam (SDI) para pemuka masyarakat Kamang mendirikan
organisasi. Salah satu organisasi yang telah didirikan pada tahun 1916 adalah Serikat Mati yang diprakarsai oleh Labai Sampono dkk. Pada awalnya
organisasi ini adalah mengurus kematian, tetapi pada hakekatnya merupakan
langkah diam-diam sebagai wadah gerakan kaum islam untuk pembaharuan. Dalam
perkembangan selanjutnya menjelang tahun 1920 telah berhasil membentuk sebuah
sekolah agama yang bertempat di Balai Nagari. Tujuan pendidikan ini pada
dasarnya adalah memupuk jiwa persatuan lewat Ketuhanan dan mencari nafkah untuk
diri sendiri serta membantu rakyat dalam pergerakan. Adapun guru utamanya
Zainudin El Yanusi dari Padang Panjang, Buya rasyad dan Rasul Hamidi dari
Payakumbuh, Syeh Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Pada tahun 1924 anak Siti Anisah (Srikandi Perang Kamang) yang
bernama “Ramaya” setelah pergi merantau sekian lama menuntut ilmu kembali kekampung dengan tujuan untuk
menggerakan aksi perlawanan sesuai dengan teori yang didapatnya. Dia berhasil
menggelorakan semangat rakyat serta kader muda Kamang. Bersama-sama dengan
tokoh Ulama, tokoh Adat dan cerdik pandai dia berhasil membentuk sebuah serikat
aksi yaitu “Serikat Hitam”. Organisasi ini menganut aliran keras, Radikal
dan Fanatis dengan sasaran utamanya adalah melenyapkan penjajahan serta semua penjilat-penjilat
dan pengkhianat bangsa. Dalam sepak terjangnya berobah kearah konsep gerakan
Sabotase dan rencana teror. Pada tahun 1926 Serikat Hitam memulai aksinya yang
mendapat sokongan dari seluruh lapisan
masyarakat yang dikenal dalam sejarah Pemberontakan Kamang 1926.
Dalam
pertemuan tokoh-tokoh Serikat Hitam yang dihadiri oleh Ramaya, Jamaludin Malin
Sutan, Dt.Sipado, H.Malik, A.Dt.Rajo
Pangulu, Dt.Kodoh dan pemuka masyarakat lainnya, telah diambil kata sepakat
yaitu “membersihkan Nagari Kamang dari antek-antek Kolonial” dengan nama-nama
yang telah diseleksi secermat mungkin. Pilihan utama jatuh pada oknum Hakim
Lumbung Pitih Nagari Dt.Tanang Sati, dimana menurut penyelidikan Serikat Hitam
dia terindikasi kuat memiliki hubungan rahasia dengan Pemerintah Belanda. Pada
suatu malam tahun 1926 Serikat Hitam berhasil menghabisi Dt.Tanang Sati, dan
menguburkanya didekat Batu Bajolang. Untuk beberapa hari kehilangan Dt.Tanang
Sati tidak menimbulkan reaksi Belanda karena seluruh masyarakat memberikan jawaban
bahwa ia pergi ke Kuok. Setelah Belanda menerima informasi dari Kuok bahwa
Dt.Tanang Sati tidak ada kesana, barulah Belanda mulai curiga akan kehilangan
Dt.Tanang Sati. PID dan pegawai-pegawai Demang mulai menyelidiki kematian hakim
lumbung pitih Nagari tetapi tidak berhasil. Akhirnya Belanda mengerahkan
ratusan tentaranya untuk menangkapi penduduk Kamang, mereka dikumpulkan di
pekan Magek, dirantai satu sama lain dan disiksa. Karena tidak tahan akan
siksaaan yang kejam akhirnya terbongkar juga sebab kematian Dt.Tanang Sati.
Semua tokoh-tokoh Serikat Hitam ditangkap dan dibuang keberbagai penjara,
seperti ke Digul, Suka Miskin dan Madura.
MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, diketahui oleh masyarakat Kamang pada tanggal
18 Agustus 1945 yang dibawa oleh Miral Manan (cucu dari Abdul Wahid Kari Mudo,
Tokoh Perang Kamang 1908) dari Padang. Miral Manan mengkondisikan tokoh-tokoh
masyarakat dan memberikan penjelasan seperlunya. Sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah, maka pemuka masyarakat Kamang mengambil pula beberapa kebijakan
antara lain:
1. Menggambleng
pemuda-pemuda dalam wadah Organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) Ranting
Kamang yang diketuai oleh Miral Manan sendiri. Adapun organisasi dimaksud
adalah : Barisan Istimewa (BI), Putri Kesatria
2. Mengadakan
rapat-rapat akbar untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang arti
kemerdekaan dan tanggung jawab semua warga negara yang merdeka.
3. Mendorong para
pemuda untuk turut serta membela negara dalam wadah barisan-barisan yang ada,
seperti BKR, Barisan Sabilillah.
Pada Agresi militer II Belanda menganggap Republik Indonesia
telah bubar, tetapi ini diluar dugaan dimana sebelumnya Presiden Soekarno telah
mengirim kawat kepada Syafrudin Prawiranegara sebagai Menteri Kemakmuran Rakyat
yang sedang berada di Bukittinggi, untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dalam serangan 19
Desember 1948 tersebut Bukittinggi
sebagai ibu kota Kabupaten Agam diduduki Belanda. Pada hari Senen tanggal 20
Desember 1948 pukul 03.00 dinihari, Kolonel Dahlan Jambek sebagai penguasa militer daerah terpaksa
membumi-hanguskan dan meninggalkan Bukittinggi. Bersama dengan staffnya dia
mengungsi ke Kamang. Kolonel Dahlan Jambek di pengungsian segera mengadakan
konsolidasi guna mempertahankan Koto Tinggi sebagai Ibu Kota PDRI. Diantara
langkah yang diambil adalah mengaktifkan seluruh Jawatan Fungsional yang ada,
dan memperkuat garis pertahanan menuju Kamang seperti Bukik Kawin, Bukik
Kuliriak. Setelah melalui rapat kilat di
Jorong Koto Nan Gadang dapat dihasilkan rencana penting:
1. Menetapkan
rumah Mardiun di Batu Baraguang sebagai markas Komando Pertempuran Agam (KPA)
dengan Komandan Kolonel Dahlan Jambek.
2. Sekaligus
Mengangkat Kolonel Dahlan Jambek sebagai Bupati Militer Agam, yang berkedudukan
di Jorong Koto Nan Gadang, Miral Manan sebagai Sekretaris, Yunizar sebagai
Camat Militer Tilatang Kamang.
3 Mengangkat
Baharudin Jamil sebagai Wedana yang berkantor di Jorong Balai Panjang.
4 Menunjuk D.Dt.Rajo Marah sebagai
Wali Nagari dan Sahar sebagai Sekretaris berkantor di Koto Nan Gadang.
5 Menempatkan Kantor Penerangan di
Jorong Binu, tepatnya di rumah R.Pakiah Nagari. Tidak beberapa lama kemudian
disini juga dibentuk Markas Pertahanan Daerah yang angota-anggota terdiri dari
unsur-unsur kepengurusan Partai seperti Harun Yunus, Anwar Kadir dan
sebagainya. Mereka ini segera menerbitkan semacam buletin bernama “Berita
Front” dan mendirikan sebuah pemancar darurat yang diputar dengan dinamo.
6. Untuk Rumah Sakit
KPA ditetapkan rumah Dt.Sinaro di Cegek Jorong Dalam Koto
7. Menetapkan Kantor
Polisi Militer di Jorong Ladang Darek, dan kantor Polisi di Jorong Guguak rang Pisang
8. Menempatkan
tokoh-tokoh penting lainnya, seperti Dt.Palimo Kayo, Syarif Usman, Drajat
Daud, Anwar Kadir dan lain-lain di
berberbagai jorong yang ada di Kamang.
Di Jorong Batu Baragung Kamang Hilia
Pada
tanggal 24 Desember 1948 sebelum Belanda melakukan penyerangan ke Kamang, satu pleton CPM dengan Komandan Letnan
Bakhtiar bergerak dari Markas KPA di Jorong Batu Baraguang menuju Pos di Pintu Koto. Pintu Koto
satu-satunya jalan masuk ke Batu Baragung yang dapat dilalui dengan kendaraan.
Dengan strategi yang matang Letnan Bakhtiar, Sofyan, Jamaan Tembak, Zulkarnain
dan bersama-sama dengan anggota lainnya dapat memukul mundur Pasukan Belanda
kembali ke Bukittinggi. Begitu juga dengan serangan-serangan
selanjutnya.meskipun ditebus dengan beberapa jiwa Prajurit dan rakyat.
Sebagaimana
telah disebutkan alasan mengapa Kamang dijadikan tempat tujuan mengungsi dari
Kolonel Dahlan Jambek memang terbukti. Dukungan yang optimal dari masyarakat
menjadikan Kamang sebagai daerah yang menentukan bagi perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI di daerah Agam, bahkan merupakan front terdepan di daerah barat
untuk menlindungi Koto Tinggi sebagai Pusat Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia. Hal ini sangat disadari oleh pemerintah Pusat di Koto Tinggi, lalu
memperkuat front Kamang dengan mengirim pasukan tambahan yang dilengkapi dengan
persenjataan berat. Bersamaan dengan itu diawal tahun 1949 di Kamang terbentuk
suatu unit gerilya yang bernama
Pasukan Mobil Teras. (PMT). Anggota PMT ini berasal dari pemuda yang telah
mendapat latihan militer dari tentara Jepang dahulu, yang berjiwa militan
berhaluan keras dan berani mati. Setelah mendapat persetujuan dari Dewan
Perjuangan Republik Indonesia dan Dewan
Perjuangan Daerah, mereka langsung
melancarkan aksinya. PMT ini benar-benar dapat memporak-porandakan
pasukan Belanda. Untuk mengantisipasi sergapan PMT Belanda meningkatkan tekanan
militer terus menerus. Serangan dimulai dini hari kemudian esoknya didukung
oleh pasukan mobil lapis baja dan beberapa truk pasukan infantri yang
dilindungi oleh pesawat tempurnya. Di Jorong Batu Baraguang markasnya KPA
pernah dijatuhkan Bom 2 kali yang banyak menimbulkan kerugian bagi penduduk
setempat.
Pada hari Jum’at tanggal 15 April 1949 kira-kira pukul 14 WIB.
Belanda berhasil menemukan dan mengepung salah satu markas para pejuang kita
yaitu Rumah Gadang Angku Lareh yang terletak di Jorong Pintu Koto. Beberapa
Perwira antara lain Letkol M.Dahlan Jambek, Mayor A.Thalib, Mayor Burhanudin,
Kapten Mukhdar, dan beberapa staffnya sempat meloloskan diri dari kepungan
Belanda. Empat orang pejuang ditangkap. Rumah dibakar, empat pejuang tadi
ditembak mati, tanpa mengenal peri kemanusiaan mayat pejuang tadi dilemparkan
ke dalam kobaran api. Beberapa buah rumah kediaman kemenakan M.Shaleh Dt.Rajo
Pangulu (pemimpin Perang Kamang 1908) dibakar. Pada hari itu juga rumah
kediaman Tuangku Lareh yang dijadikan tempat pengajian Syekh Jamil Jambek
(surau nyiak Jambek) yang terletak di Jorong Joho juga dibakar. Seakan-akan
dendam Westennenk kepada Angku Lareh dan M.Shaleh Dt.Rajo Pangulu diwariskan
sampai kepada anak cucu. Mengingat kekuatan musuh begitu
kuat, Kolonel Dahlan Jambek memerintahkan anggotanya untuk mundur ke perbukitan. Walaupun demikian
semangat barisan pejuang yang telah menyatu dengan tentara dalam mempertahankan kemerdekaan semakin
menyala. Tekad mereka hanya satu “Hidup Terhormat Sebagai Bangsa Yang Merdeka
Atau Mati Sabagai Syuhada”, maka berjatuhan korban. Sebagian dari mereka ini terbaring di Makam Pejuang 1945 – 1950 di Jorong
Koto Nan Gadang Kamang. Selama Agresi Milirter II ini
tercatat 47 penduduk Kamang tewas ditembus peluru Belanda; 23 rumah dibakar,
termasuk Surau, Sekolah Rakyat, Balai Adat dan rumah Angku Lareh.
Dengan
peningkatan serangan Belanda tersebut akhirnya pada tanggal 3 Juli 1949 Pintu Koto (Kamang) jatuh ketangan Belanda. Walaupun PMT dan
Pasukan Beruang Agam telah berusaha mati-matian untuk merebut kembali namun
tidak berhasil. Pendudukan Belanda ini berakhir pada tanggal 7 Juli 1949
bertepatan diumumkannya Gencatan Senjata antara Belanda dengan Indonesia.
Untuk mengingat pahit getirnya perjuangan mempertahankan
kemerdekaan, dan untuk mengingat jasa para pahlawan yang gugur serta mengingat
bahwa Kamang pernah tempat Kedudukan Kantor Bupati Militer Agam (Tahun 1948 –
1949). Berkat usaha keras yang dilakukan oleh Bapak Adnan Sutan Samiak dan
kawan-kawan yang ikut menyaksikan sejarah tersebut. Di Kamang (Kamang Hilir)
Pemerintah Daerah Kabupaten Agam telah membangun 2 (dua) buah Tugu (Monumen),
yaitu Tugu Komando Pertempuran Agam (KPA) di Jorong Batu Baragung dan Tugu
Peringatan Kantor Bupati Militer Agam di Jorong Koto Nan Gadang. Disamping
membangun 2 (dua) monumen tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Agam juga telah
merehab makam para pejuang yang gugur dalam mempertahankan Kemerdekaan di
Kamang. Bertepatan dalam rangka memperingati Hari Bela Negara (HBN) pada
tanggal 19 Desember 2009 Bapak Bupati Agam Aristo Munandar meresmikan kedua
Monumen tersebut. Pada hari yang sama, makam para pejuang yang gugur dalam
pempertahankan kemerdekaan yang terletak di Jorong Koto Nan Gadang tersebut
juga diresmikan menjadi Makam Pahlawan dengan
nama MAKAM PAHLAWAN PERANG KEMERDEKAAN.
Tugu Peringatan Kantor Bupati Militer Agam
Di Jorong Koto Nan Gadang Kamang
Hilia
Dari rangkaian sejarah
sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa di Kamang telah terjadi
beberapa periode perjuangan rakyat untuk mengusir penjajah dan terakhir
mempertahankan kemerdekaan, dimana dengan perjuangan tersebut telah melahirkan
banyak tokoh pejuang yang termasyhur baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional.
Mereka banyak yang tewas di medan tempur dan hukum buang. Untuk mengabadikan
sejarah tersebut dan untuk mengingat kembali apa yang telah terjadi di Kamang
selama penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan, di Kamang sekarang telah
berdiri 3 (tiga) monumen (tugu) perjuangan, dan sebagai bukti sejarah bahwa
masyarakat Kamang pernah berperang dengan tentara belanda disini ditemui 2
(dua) Makam Pahlawan. Berdasarkan data sejarah dan sesuai dengan fakta yang ada
di lapangan tidaklah berlebihan rasanya jika dijuluki KAMANG
NAGARI PERJUANGAN.
Sebagai penutup naskah tentang Kamang Nagari Perjuangan ini mari kita maknai nilai yang terkandung dialamnya untuk dilaksanakan
pada masa sekarang dan direfleksikan pada masa yang akan datang. Dahulu para pemimpin/pejuang kita berjuang untuk
mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan dengan segala resiko mereka
hadapi walau maut sekalipun. Sekarang kita juga masih berjuang, yaitu berjuang
untuk pembangunan nagari disegala bidang kehidupan. Kami yakin dan percaya bahwa
2 (dua) orang Anggota Dewan Terpilih dan para tokoh cendikiawan lainnya baik
yang berada di kampung maupun diperantauan mereka pasti mewarisi semangat para tokoh
Kamang yang silam seperti Tuangku Bajangguk Hitam, Kari Mudo, Dt.Rajo Pangulu,
Siti Asiah dan lain-lain. Sehubungan dengan itu kami dari anak nagari Kamang
(Kamang Hilia) sangat berharap banyak kepada Bapak/Ibu untuk dapat lebih
mempercepat proses pembangunan nagari kita. Kepada Bapak-bapak dan Ibu-lah nagari
ini kami titipkan untuk proses pembangunan
yang kita inginkan. (Dikutip dari berbagai sumber)